by Novia Stephani
Sedikit cerita lagi dari diskusi bareng Myth Lovers di Kinokuniya PS Jumat lalu. Salah satu peserta (dan seneng banget banyak penonton yg datang. Kinokuniya sampe mengerahkan kursi ekstra dan bahkan ada yg berdiri) bernama Rocky (mudah2an nggak salah eja) nanya kenapa di buku Tolkien segala yg baik ada di Barat, seperti Valinor dan Tol Eressea, sementara semua yg buruk ada di Timur seperti Mordor, Easterling, dan Haradrim.
Tolkien sendiri menegaskan beberapa kali dalam berbagai kesempatan bahwa ia tidak suka cerita karangannya dijadikan alegori, perlambang/simbol atau representasi dunia yg kita huni ini. Jadi aku sendiri menyimpulkan bahwa dalam hal ini, kita nggak bisa mengasumsikan bahwa karena Tolkien meletakkan Valinor di Barat dan Mordor di Timur berarti dia penganut paham Western supremacy.
Para kritikusnya memang ada sih yg mencap karya Tolkien itu rasis dng alasan nggak ada tokoh kulit berwarna. Tapitapitapi kan isinya Fellowship macem2 ras, bukan manusia aja (manusianya malah minoritas). Dan di sini jadi keliatan kenapa menganalisis fantasi cuma dari sudut pandang dunia kita aja nggak cukup.
Satu kasus yg menarik misalnya waktu Tolkien tegas membantah
bahwa secara spiritual Middle-earth menyerupai Nordic Europe, bagian benua Eropa yg kita kenal melahirkan mitologi dng tokoh2 seperti Thor, Odin, dan Freya, yg punya Valkyrie dan memperkenalkan peristiwa Ragnarok.
Menurut Tolkien kalaupun dipersamakan dengan Eropa, tempat berlangsungnya berbagai peristiwa Middle-earth itu lebih bisa disetarakan dengan Barat Laut Eropa. Jika Hobbiton dan Rivendell diasumsikan berada sekitar Oxford, Minas Tirith (hampir 1000 km ke selatan) kurang lebih berada di Florence (Prancis) dan muara Anduin dan Pelagir di lintang yg sama dng kerajaan kuno Troy.
Bagi Tolkien Utara dalam arti seperti Nordic Europe bukan merupakan kiblat. Dalam suratnya, beliau bahkan bilang bahwa Utara justru adalah lokasi benteng musuh, markasnya Melkor di Utumno.
No comments:
Post a Comment